Kemarin sore saya membaca artikel yang ditulis di sebuah majalah wanita, artikel tersebut menyinggung tentang perilaku konsumtif yang dimiliki oleh anak-anak masa kini.
* * * * *
Seorang Ibu terkejut karena anaknya yang masih SD sudah menuntut dibelikan HP yang mempunyai fasilitas 3G karena itu merupakan sesuatu yang super keren karena melihat temannya di sekolah bisa telponan sambil bertatap muka. Ketika dibelikan HP biasa, anaknya ngambek dan mengatakan tipe yang dibelikannya itu sudah kuno.
“Telepon kaleng mentega dengan kabel senar sangat kuno tapi masih bisa dipakai kol-kolan dan bertatap muka loh, satu di bawah satu di atas pohon srikaya (ganti-gantian dong). Klo kena air no problem, kalau pun jatuh pun tidak akan boncel/patah/pecah/rusak paling suaranya yang tidak jernih seperti sebelumnya. Selain irit, melatih kreativitas, melatih ketangkasan memanjat, belajar bertenggang rasa (kan ganti-gantian tadi yang di atas sapa), melatih kemampuan berbicara tanpa beban mikirin tagihan telepon hehehehe”
* * * * *
Seorang artis wanita mengatakan bahwa anaknya cukup fashion mania seperti dirinya dan memilih branded yang sama dengannya jika diberi pilihan untuk memilih beberapa merek baju.
“Kaos unyil saya cukup membuat saya tampil enerjik dengan berbagai macam tampilan warnanya yang berbeda waktu saya kecil. Aktivitas jadi lebih bebas tanpa takut baju rusak atau sobek, karena saya masih punya stok unyil-unyil yang laen. Mamsi beli berapa lusin ya waktu itu? Hehehehe Keuntungannya, selaen masih irit, anak gampang dikenali orang dengan ciri khas pakaiannya, anak jadi lebih mudah berkreasi tanpa pusing memikirkan takut bikin lecek baju bagus”
* * * * *
Beberapa media juga mengulas tentang seorang anak usia 9 tahun yang kabur dari rumahnya dengan membawa uang orang tuanya yang jumlahnya tidak sedikit (tuing tuing tuing) hanya karena sedang dihukum karena tidak mau mengerjakan PR dan/atau karena tidak dibelikan PS 3 (alasan pastinya mungkin hanya si anak yang tau ya).
“Mamsi saya single parent dengan 5 orang anak yang bandel-bandel, jadi tidak mudah untuk meminta sesuatu di luar kepentingan sekolah begitu saja. Kalau mau minta sesuatu harus bilang dulu, kalo disetujui baru dibikin aturan mainnya. Dalam hal ini, mamsi tidak akan main kasih barang yang kita mau begitu saja tanpa kita melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan kita – istilah kerennya point reward lah ya. Kehilangan uang 5000 rupiah yang saya selipkan di buku sekolah waktu SD saja sudah buat hidung saya kempas kempis dan hati saya deg deg plas mo bilang apa sama mamsi, apalagi bawa kabur uang segitu banyak untuk beli mainan ya? Keuntungannya, saya jadi lebih mengerti dan menghargai bahwa untuk mendapatkan sesuatu itu butuh perjuangan.”
* * * * *
Geleng-geleng kepala gak sih pas denger atau baca berita-berita semacam itu?